Begitu banyak masukkan berupa konten atau pun konteks terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013. Begitu menarik dan patut dicermati serta dikaji kritik dan saran dari rekan-rekan yang peduli terhadap pendidikan karena saya merasa yakin kawan-kawan yang memberikan masukkan atau kritikan adalah orang-orang yang perduli kepada pendidikan. Peduli kepada pendidikan otomatis peduli pula terhadap keberadaan bangsa ini. Keberadaan masa lalu, kini, dan akan datang.
Telah beberapa kali, terakhir dua hari yang lalu, saya memandu beriskusi di sebuah SMA di Jakarta. Tidak kurang guru-guru dan para wakil bidang kurikulum dari sebelas SMA hadir pada kegiatan ini. Diskusi dengan mereka sungguh menarik, saya selaku fasilitator yang memandu dan memimpin diskusi nyaris keteter dengan pertanyaan-pertanyaan dan argumen yang muncul.
Keaktifan mereka dapat saya maklumi. Hal ini diakibatkan informasi pergantian kurikulum sudah begitu lama didapat dan masuk ke dalam pikiran mereka. Hanya saja mereka belum mengetahui seperti apa Kurikulum 2013 seutuhnya. Mereka sangat haus untuk mendalaminya akan tetapi sampai saat ini belum sekali pun mendapatkan pelatihan atau sosialisi sekali pun. Bahkan mereka belum mengetahui bahwa pelaksanaan Kurikulum 2013 di tingkat SMA jumlah terus menurun. Bahkan bisa jadi penerapan Kurikulum 2013 di level SMA tahun ini dibatalkan.
Sampai sekira pertengahan April, saya sendiri masih memiliki informasi bahwa semua SMA kelas X di Indonesia harus menerapkan kurikulum dimaksud. Sekitar akhir April informasi yang saya dapatkan adalah sekira 1500 SMA saja. Awal Mei hanya tinggal 1270 SMA saja. Bahkan menurut Kompas.com (16 Mei 2013 jam 23:20) pelaksanaan Kurikulum 2013 bisa mundur. Mundurnya pelaksanaan kurikulum baru ini bukan sekadar tingkat SMA dan SMK tetapi SMP dan SD pula.
Pada tingkat SMA selain mata pelajaran wajib yang terbagi menjadi kelompok matapelajaran wajib A dan wajib B terdapat kelompok matapelajaran peminatan yang nota bene menjadi matapelajaran-matapelajaran pendalaman peminatan dan lintas minat. Dalam diskusi timbul pertanyaan, kenapa ada sekelompok matapelajaran wajib A dan sekelompok wajib B? Pertanyaan seperti ini wajar karena selain Pandidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah Indonesia, dan Bahasa Inggris yang merupakan mata pelajaran wajib A adapula Seni Budaya, Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan, serta Prakarya dan Kewirausahaan yang merupakan wajib B.
Perbedaan keduanya adalah kelompok matapelajaran yang berada di wajib A adalah matapelajaran-matapelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek kognitif dan afektif, sementara kelompok B adalah matapelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Sehingga untuk ketiga matapelajaran yang berada di kelompok B proses pembelajaran lebih banyak praktik dan penanaman sikap ketimbang hanya berteori. Termasuk matapelajaran muatan lokal. Kenapa? Karena apa pun muatan lokal yang ditetapkan oleh suatu daerah dan atau satuan pendidikan harus mengacu kepada penjelasan yang termuat dalam Kompetensi Dasar SMA edisi Maret 2013, yakni: “Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya. Substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.” Nah loh, jadi ke depan idealkan muatan lokal berdiri sendiri sebagai matapelajaran?
Pertanyaan lain yang menarik adalah, bagaimana penjadwalan pelaksanaan lintas minat? Sebagai informasi di tingkat SMA, peminatan dilaksanakan di kelas X semester pertama. Sebagai contoh apabila ada peserta didik yang memilih peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam (matapelajaran wajibnya adalah Matematika, Biologi, Fisika, dan Kimia) mengambil lintas minat Geografi (dari peminatan Ilmu-ilmu Sosial) dan Bahasa dan Sastra Jepang (dari peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya).
Nah, yang dimaksud penanya adalah, apakah ketika peserta didik akan belajar Kimia namun pada saat yang bersamaan di Ilmu-ilmu Sosial akan belajar Geografi anak tersebut harus meninggalkan Kimia, padahal Kimia wajib baginya?
Apabila dikemudian hari sekolah mampu menyelesaikan tantangan di atas, boleh jadi alternatif yang baik tetapi apabila sekolah belum mempunyai solusinya saya sarankan begini: sekolah menyiapkan maksimal satu hari sebagai hari lintas minat (interest moving class day). Moving class dimaksud merupakan dampak dari lintas minat. Bukan sekadar moving class yang dipaksakan. Pada hari interest moving class day sekelompok peserta didik dari kelas-kelas Matematika dan Ilmu-ilmu Alam dapat mengikuti Geografi tanpa mengganggu jam matapelajaran lain. Dan ketika interest moving class day berjalan pada hari itu pula nama ruangan disesuaikan dengan nama matapelajaran yang diikuti siswa. Semisal Geografi, Biologi, Antropologi, dan lain-lain. Pelaksanaan interest moving class day dapat pada hari Sabtu, misalnya.
Sahabat, tulisan ini berbincang sekitar mendiskusikan dua pertanyaan atau masalah, belum berbicara seluruh pertanyaan yang dalam pikiran saya bisa jadi pertanyaan-pertanyaan seperti dua pertanyaan di atas belum diantisipasi oleh Kemdikbud. Tetapi seluruh peserta diskusi berharap ketika kurikulum baru harus diterapkan, segala kebijakan-kebijakan pendamping atau penjelasan secara simultan dikeluarkan, semisal dalam bentuk petunjuk teknis.
Saya patut pribadi patut mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang selalu dan peduli untuk menyikapi perkembangan kurikulum baru dimaksud. Terus terang banyak sekali ilmu dan wawasan yang saya peroleh dari berbagai tulisan, baik dari media cetak, elektronik, dan yang paling membludak adalah dari dunia maya/internet termasuk Kompasiana dan Kompas.com.
Semoga tulisan ini mengawali tulisan lain seputar diskusi Kurikulum 2013 yang saya terlibat di dalamnya. Aamiin.
Sunday, 3 November 2013
Tantangan Pada Kurikulum 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment